Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (23 – 中流砥柱/Karang Kokoh di Deras Arus)

Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (23 – 中流砥柱/Karang Kokoh di Deras Arus)

Pada pembahasan sebelumnya, kita telah menjelaskan bagaimana Lu Su dan Zhuge Liang masing-masing telah memberikan masukan kepada Sun Quan. Lu Su memberikan kalkulasi politik, yaitu tidak boleh menyerah kepada Cao Cao. Zhuge Liang memberikan kalkulasi aliansi, yakni bersatu dengan Liu Bei menghadapi Cao Cao, adalah hal yang sangat memungkinkan.

Waktu itu kita sudah membahas, Zhuge Liang tidak memberikan pertimbangan di beberapa hal. Misalnya, bagaimana jika kalah? Hal ini juga tidak dijelaskan oleh Lu Su. Mengapa Lu Su tidak menjelaskan hal ini? Karena tak perlu. Pertimbangan yang diberikan Lu Su adalah jika Sun Quan menyerah kepada Cao Cao, ia tak akan punya masa depan. Bagaimana jika kalah perang? Akibatnya akan sama. Jadi, menyerah dan kalah, berujung kepada hal yang sama. Maka, lebih baik berperang melawan Cao Cao. Karena jika kalah sekalipun, dengan ending yang sama, akan lebih terhormat daripada menyerah.

Tetapi Lu Su tidak memberikan pertimbangan dari sisi militer. Zhuge Liang memberikan pertimbangan militer, tetapi dari sudut pandang kubu Liu Bei. Sun Quan masih harus mendengar masukan dari orang-orangnya sendiri. Hal ini pun sudah diketahui oleh Lu Su. Sehingga Lu Su segera menyuruh Sun Quan untuk memanggil Zhou Yu.

Sun Quan mengikuti saran Lu Su. Ia memanggil Zhou Yu untuk dimintai saran. Catatan peristiwa ini di Romance of the Three Kingdoms dan di Records of the Three Kingdoms memiliki lima perbedaan. Di Romance, yang menyarankan untuk memanggil Zhou Yu adalah Ibu Suri Wu. Dikisahkan di sana, setelah Lu Su menyarankan menerima usul Zhuge Liang untuk bersatu, terjadi adegan persilatan lidah dengan para pejabat Wu yang terkenal itu. Setelah Sun Quan dan Zhuge Liang berbicara, akhirnya Sun Quan memutuskan untuk bersatu dengan Liu Bei melawan Cao Cao. Namun kemudian Zhang Zhao dan para menteri yang lain menemui Sun Quan dan mengatakan bahwa ia telah jatuh ke dalam perangkap Zhuge Liang. Di tengah kebimbangan Sun Quan inilah, plot cerita tidak dapat membuat Lu Su menyarankan ia memanggil Zhou Yu. Sebab Lu Su saat ini telah diposisikan sebagai orang yang ‘sekomplotan’ dengan Zhuge Liang untuk menjebak Sun Quan. Selain tentunya karena citra Lu Su di novel sangatlah lemah.

Hal kedua, di novel dikatakan bahwa Zhou Yu datang kembali atas inisiatif sendiri. Ketiga, sekembalinya Zhou Yu, ia tidak langsung menemui Sun Quan. Ia terlebih dulu bertemu dengan para pejabat Wu. Seperti kita tahu, para pejabat terbagi ke dalam dua kubu yang bertolak belakang. Dan Zhou Yu tidak mengambil sikap apa-apa.

Keempat, setelah bertemu dengan para pejabat, Zhou Yu bertemu dengan Zhuge Liang. Dan di situ Zhou Yu menyatakan ia cenderung untuk menyerah kepada Cao Cao. Lalu timbullah kisah bagaimana Zhuge Liang dengan kepintarannya memperdaya Zhou Yu.

Kelima, Zhou Yu mengambil posisi melawan Cao Cao, adalah karena hasil kepintaran Zhuge Liang mempengaruhinya.

Prof. Yi berkomentar, seluruh kisah di Romance of the Three Kingdoms ini fiktif, tidak tercatat di buku sejarah. Termasuk juga Ibu Suri Wu. Siapa Ibu Suri Wu? Menurut Romance, ia adalah adik dari istri Sun Jian, dan sama-sama menjadi istri Sun Jian. Ia tidak ada di catatan sejarah.

Lalu, penggambaran tokoh Lu Su, Zhou Yu dan Zhuge Liang pada saat mereka bertemu, sangatlah tidak baik. Lu Su digambarkan tertegun karena Zhou Yu ternyata berniat menyerah. Zhuge Liang pun tertawa dingin dan dengan nada ironi menyindir Lu Su bahwa memang lebih baik menyerah kepada Cao Cao supaya bisa hidup tenang. Ini tidak seperti Zhuge Liang.

Zhou Yu Sang Pahlawan

Dan kita harus tahu kenapa Lu Su menyuruh Sun Quan memanggil Zhou Yu. Zhou Yu adalah seorang yang jelas-jelas anti menyerah. Ia sejak dulu seperti itu. Saat Yuan Shao mati, Cao Cao pernah meminta Sun Quan untuk mengirim seorang sebagai sandera. Saat itu Zhou Yu sudah dengan tegas menolak permintaan Cao Cao. Ketika itulah ibu dari Sun Quan berkata, usia Zhou Yu hanya terpaut satu bulan dengan kakak Sun Quan, Sun Ce. Ia harus memperlakukan Zhou Yu selayaknya seorang kakak. Maka jelas sudah Zhou Yu ada di kubu mana.

Tetapi orang mungkin bertanya, dulu Zhou Yu memang anti menyerah, tetapi apakah tidak mungkin ia sekarang berubah pikiran dan menjadi setuju untuk menyerah?

Menurut Prof. Yi, tidak mungkin.

Sikap Zhou Yu saat itu bukanlah sikap yang impulsif semata. Apa hubungan Zhou Yu dengan kubu Sun? Pertama, Zhou Yu adalah sobat karib dari Sun Ce sejak kecil. Kedua, Zhou Yu membawa pasukan menyambut Sun Ce saat ia keluar dari kubu Yuan Shu. Ketiga, saat Sun Ce meninggal, Zhou Yu lah yang menjadi pendukung agar Sun Quan bisa naik tahta. Keempat, Zhou Yu bukan hanya setia kepada keluarga Sun, ia juga membawa Lu Su untuk ikut setia kepada keluarga Sun.

Maka bisa dikatakan bahwa hubungan Zhou Yu dengan Sun Quan adalah bagai hubungan Zhuge Liang dengan Liu Bei. Ia sudah pasti akan mendukung Sun Quan.

Sehingga tak perlu sampai ada cerita memperdaya Zhou Yu dengan kepintaran Zhuge Liang.

Di novel, dikatakan Zhuge Liang menggunakan Da Qiao dan Xiao Qiao untuk mempersuasi Zhou Yu berubah pikiran. Zhou Yu pada akhirnya berkata, sebenarnya ia pun ingin melawan Cao Cao. Tadi ia hanya berpura-pura, untuk menyelidiki Zhuge Liang saja.

‘Menyelidiki’ di sini apakah memang perlu?

Bila dilihat dari novel, ini dikarenakan memang citra Zhou Yu digambarkan sebagai orang yang berhati sempit. Ia iri kepada Zhuge Liang. Tetapi kita perlu membahas secara lebih logis. Kubu Jingzhou (Liu Biao) dan kubu Sun Quan adalah musuh bebuyutan. Sekarang kedua kubu hendak membangun aliansi, memang wajar diperlukan adanya ‘penyelidikan’. Tetapi, penyelidikan ini harus berlangsung dua arah. Pertanyaannya, mengapa Zhuge Liang tidak menyelidiki Zhou Yu? Jawabannya, karena memang tidak perlu dan tidak ada waktu untuk itu. Ia sudah pasti harus dan hanya bisa melawan Cao Cao dengan cara bergabung dengan Sun Quan. Sehingga, seharusnya kubu Zhou Yu pun tak perlu menyelidiki Zhuge Liang. Apa yang harus diselidiki? Semua hal sudah jelas. Niat, posisi, kejujuran kubu Liu sudah sangat jelas. Tak perlu diselidiki lagi.

Justru karena Lu Su sudah tahu bahwa Zhou Yu berada di posisi tidak menyerah, barulah ia menyarankan Sun Quan memanggil Zhou Yu. Lalu apakah Zhuge Liang juga tahu? Seharusnya juga tahu. Zhuge Liang sebelum turun gunung, sudah mampu membuat sebuah perkiraan akurat bahwa nantinya negara akan terbagi menjadi tiga, tentu salah satunya karena ia juga telah mempelajari kubu Wu dengan teliti. Ia pasti tahu Zhou Yu adalah orang seperti apa. Ia sudah pasti tahu banyak informasi, punya banyak data, baru bisa membuat sebuah perhitungan matang. Apalagi tentang seorang penting seperti Zhou Yu.

Maka kesimpulannya, kronologi cerita memperdaya Zhou Yu di novel adalah hal yang sama sekali tidak perlu terjadi.

Hal yang sebenarnya terjadi adalah, setelah Zhou Yu dipanggil pulang, Sun Quan kembali mengadakan satu kali pertemuan. Di sini Zhou Yu mengemukakan posisinya, yaitu melawan Cao Cao. Ia berkata dengan tegas, dan jelas menunjukkan sosok seorang pahlawan yang teguh bak karang di derasnya arus. Zhou Yu berkata, “Meskipun Cao Cao adalah perdana menteri, namun sebenarnya ia adalah bajingan. Tuanku didukung banyak orang hebat, dengan latar belakang kepahlawanan ayah dan kakak, dan wilayah Jiangdong yang luas dan pasukan yang memadai, sama sekali tidak masalah untuk melawan Cao Cao. Yang harus kita lakukan adalah mengokohkan kekuasaan, membasmi hama-hama yang merongrong dinasti Han. Apalagi Cao Cao sekarang datang mengantarkan kematian, masih adakah pilihan untuk menyerah?”

Kita lihat ini adalah kata-kata yang penuh dengan kekuatan, dan panji kebenaran. Ini mirip dengan nada jawaban Zhuge Liang ketika Sun Quan bertanya mengapa Liu Bei tidak menyerah kepada Cao Cao. Dan kita melihat kedua perkataan ini sama-sama diperlukan. Peperangan adalah ujung dari pergulatan politik. Dan peperangan membutuhkan panji kebenaran. Dengan posisi politis yang tepat, pasukan untuk berperang barulah dapat membawa panji kebenaran dan memiliki kemungkinan menang. Kata-kata Zhou Yu dan Zhuge Liang sama-sama bersifat membangun semangat perjuangan.

Tetapi masalahnya, posisi politis yang tepat, tidaklah identik dengan kondisi nyata peperangan di lapangan. Ditambah lagi, mereka yang menginginkan menyerah pun sebenarnya juga bukan tanpa logika.

Great Minds Think Alike

Sebenarnya apa yang dikatakan oleh kubu yang ingin menyerah? Ada tiga. Pertama, Cao Cao sangat kuat dan buas. Kita tak mampu melawannya. Kedua, Cao Cao membawa nama istana. Ketiga, dengan posisi Cao Cao menguasai Jingzhou, maka secara geografis mereka memiliki kelebihan yang sama dengan Wu.

Untuk melawan pendapat ini, Zhou Yu mengemukakan empat hal.

Pertama, kubu Cao Cao belum membenahi internal mereka. Di barat, masih ada Ma Chao, Han Sui, Zhang Lu dan lain-lainnya. Ekspedisi Cao Cao kali ini terlalu beresiko.

Kedua, pasukan Cao Cao dari utara sebenarnya kuat dalam hal infanteri dan kavaleri. Kini ia menggunakan pasukan air, ini tentu adalah suatu kelemahan.

Ketiga, waktunya tidak tepat. Menurut perhitungan kita, pertempuran Tebing Merah seharusnya berlangsung pada bulan dua belas.

Keempat, pasukan Cao Cao belum beradaptasi, mereka mudah terserang penyakit.

Perkataan ini mirip dengan yang dikatakan Zhuge Liang.

Saat itu Zhuge Liang juga memaparkan tiga kelemahan Cao Cao:

Pertama, pasukan Cao Cao menempuh jarak sangat jauh di waktu yang singkat. Mereka kelelahan.

Kedua, menggunakan pasukan air adalah melemahkan diri sendiri.

Ketiga, orang-orang Liu Biao yang pindah ke kubu Cao Cao belumlah bisa diandalkan komitmennya. Poin inilah yang berbeda dengan apa yang dikatakan Zhou Yu. Mungkin ini bisa kita pahami sebagai satu nilai lebih Zhuge Liang sebagai politisi.

Singkat cerita, baik Zhou Yu maupun Zhuge Liang berpendapat, Cao Cao tidaklah sebegitu menakutkannya.

Dan pada akhirnya, Sun Quan pun mengambil keputusan bulat dan formal. Ia berkata, “Bajingan Cao Cao telah lama mengingini tahta dinasti Han. Yuan Shao, Yuan Shu, Lü Bu, Liu Biao telah musnah. Tinggal aku dan Cao Cao lah yang harus berhadapan satu lawan satu.” Dan ia pun mengambil pedang, lalu memotong ujung meja dan berkata, barangsiapa berniat menyerah, ia akan bernasib sama seperti ujung meja itu. Perhatikan bahwa Sun Quan tidak lagi menyebut Cao Cao dengan sebutan ‘Tuan Cao Cao’, tetapi ‘Bajingan Cao Cao’. Ini menunjukkan tekadnya sudah bulat.

Malam itu, Sun Quan masih bertemu lagi dengan Zhou Yu. Kali ini, Zhou Yu lah yang pergi menemui Sun Quan. Ia berkata, surat Cao Cao yang mengatakan ia datang dengan balatentara air sejumlah 800.000 orang, tidak tentu benar. Zhou Yu memberikan kalkulasi yang lebih presisi. Cao Cao datang dari utara dengan pasukan sebesar 150.000-160.000 orang. Dari kubu Liu Biao ia mendapat pasukan yang menyerah sebesar 70.000-80.000 orang. Total adalah 200.000-an orang. Dari 200.000-an orang ini, sebagian adalah pasukan dari utara yang telah kelelahan. Sebagian lagi adalah pasukan Jingzhou yang belum jelas komitmennya.

Zhou Yu meminta Sun Quan memberikan 50.000 veteran untuk menghancurkan Cao Cao. Sun Quan sambil menepuk punggung Zhou Yu (menepuk punggung berarti memberikan kepercayaan, sebuah relasi yang dekat), berkata, “Zhang Zhao dan yang lain hanya memikirkan diri sendiri, sungguh membuatku kecewa. Hanya engkau dan Lu Su yang mengerti hatiku dan menolak untuk menyerah. Kalian berdua adalah berkat dari langit untukku. 50 ribu prajurit mungkin tak dapat dikumpulkan dalam waktu singkat. Namun aku telah memilih 30 ribu veteran beserta kapal dan persenjataan lengkap, silakan engkau bersama Cheng Pu dan Lu Su memimpin pasukan menghadapi Cao Cao. Bila tidak berhasil, kembalilah. Aku sendiri yang akan maju memimpin pasukan, berperang hidup mati melawan Cao Cao.” Setelah itu ia mengangkat Zhou Yu sebagai panglima, Cheng Pu sebagai wakil, dan Lu Su sebagai penasehat, dan berangkatlah mereka melawan arus sungai, menghadapi Cao Cao.

Genderang Perang Telah Ditabuh

Saat ini, Liu Bei sesuai saran dari Lu Su, telah tiba di Fankou. Di Fankou, ia tiap hari mendengar kabar buruk. Bagaimana pasukan Cao Cao kian lama kian dekat. Dan Zhuge Liang belum ada kabar kapan akan kembali. Sampai akhirnya pasukan Zhou Yu tiba. Liu Bei ingin menemui Zhou Yu. Zhou Yu karena sedang sibuk dengan urusan militer, meminta Liu Bei untuk datang ke perkemahannya. Maka datanglah Liu Bei seorang diri naik perahu menemui Zhou Yu. Ini mengingatkan kita pada Guan Yu yang ‘datang seorang diri dengan satu golok’. Liu Bei datang seorang diri dengan satu perahu. Ini sekaligus juga menunjukkan bahwa Liu Bei memang adalah seorang pahlawan.

Liu Bei ketika bertemu Zhou Yu, setelah berbasa-basi, ia menanyakan inti permasalahan. Berapa tentara yang dibawa Zhou Yu? Zhou Yu menjawab, 30 ribu. Catatan sejarah mengatakan, respon Liu Bei adalah ‘terlampau sedikit’. Tetapi Zhou Yu berkata, tidak sedikit. Silakan tuan menyaksikan bagaimana Zhou Yu menghancurkan musuh. Tentu ini adalah kata-kata heroik dari Zhou Yu. Bila kita hitung secara riil, tentara Zhou Yu 30 ribu plus tentara Liu Bei 10 ribu dan Liu Qi 10 ribu, hanya 50 ribu. Bandingkan dengan pasukan Cao Cao yang konon 800 ribu. Bila kita potong 50% nya saja, masih 400 ribu. Kita potong lagi separuh juga masih 200 ribu. Potong lagi separuh juga 100 ribu. Bayangkan bagaimana 50 ribu orang harus menghadapi pasukan ini?

Tentu kita semua telah mengetahui akhir ceritanya. Pasukan aliansi Liu Bei dan Sun Quan berhasil mengalahkan pasukan Cao Cao.

Pertanyaannya, bagaimanakah pasukan gabungan ini mengalahkan Cao Cao? Di dunia akademis, ada beberapa pandangan yang tidak sama. Ada satu analisis yang mengatakan, sebenarnya saat itu pasukan Cao Cao hanya 5 ribu orang. Nantikan pembahasan selanjutnya.

Photo credit: kxxxc via VisualHunt / CC BY-NC-ND

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *