Wen Tianxiang adalah seorang menteri ternama dalam sejarah Tiongkok. Ia…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (14 - 天生奇才/Jenius)
Enam tahun setelah Liu Bei dilepaskan Cao Cao (saat episode 青梅煮酒 yang lalu), terjadi dua hal besar. Pertama adalah meninggalnya penasehat Cao Cao, Guo Jia ,karena sakit. Dan kedua, Zhuge Liang turun gunung, mendukung Liu Bei. Yang menjadi pertanyaan, meninggalnya Guo Jia apakah memang sebegitu berpengaruhnya? Menurut prof. Yi, dua hal ini, baik meninggalnya Guo Jia maupun munculnya Zhuge Liang, semuanya merupakan hal yang sangat baik bagi Liu Bei, dan pada saat yang sama, hal yang buruk bagi Cao Cao. Lalu, apakah Guo Jia dan Zhuge Liang memang memiliki kemampuan yang setara? Sehingga kehilangan dan kemunculan kedua orang ini dua-duanya menjadi nilai plus bagi Liu Bei?
Jawaban prof. Yi adalah ya. Guo Jia memang berperang sangat penting di pihak Cao Cao. Bila kita melihat perjalanan hidup Cao Cao, sejak ia mendapatkan Guo Jia, hingga Guo Jia meninggal, terlihat bahwa selama masa ini Cao Cao selalu sukses, terutama berhasil menyatukan Tiongkok utara. Perang terakhir Cao Cao bersama Guo Jia adalah ketika berhasil menduduki Wuwan, dan dengan demikian mengakhiri dinasti Yuan Shao di utara. Setelah itu Guo Jia sakit dan meninggal. Pada rangkaian ekspedisi Cao Cao selanjutnya, menyerang Liu Biao, hingga perang Chibi, yang berbuah pada kegagalan, di saat itu Cao Cao mengucapakan satu kalimat, “Andaikan Guo Jia masih ada, aku tak akan terpuruk sampai seperti ini.” Kalimat ini tercatat di Sanguo Zhi. Kalimat ini didramatisir lagi di dalam Romance of the Three Kingdoms, yakni diceritakan bahwa ketika Cao Cao berhasil meloloskan diri dari jalur Huarong setelah kalah telak di Chibi, ia bertemu kembali dengan Cao Ren dan mereka mengadakan perjamuan untuk mempersiapkan strategi selanjutnya. Di saat ini, tiba-tiba Cao Cao menangis dengan kerasnya, yang membuat semua yang hadir menjadi heran. Cao Ren juga merasa heran, kenapa di waktu Cao Cao dikejar-kejar musuh dari Chibi, tak sekalipun meneteskan air mata, namun kini, setelah berhasil lolos dari maut, dan memiliki kesempatan untuk menggalang kekuatan kembali, kenapa harus menangis? Cao Cao kemudian mengucapkan kalimat tadi, bila Guo Jia masih ada, ia tidak akan mengalami kekalahan seperti saat ini. Ia menangisi Guo Jia dengan sangat sedihnya, membuat semua yang hadir saat itu turut sedih.
Kisah ini diberi catatan oleh Mao Zonggang, yang dihubungkan olehnya dengan kisah Cao Cao menangisi Dian Wei. Kita tahu Cao Cao saat berperang dengan Zhang Xiu harus kehilangan putranya Cao Ang, keponakannya Cao Anmin, serta jenderalnya Dian Wei. Saat upacara terakhir bagi Dian Wei, Cao Cao menangisi Dian Wei dan berkata bahwa ia tidak merasa kehilangan anak dan keponakannya, tapi justru sangat kehilangan Dian Wei. Menurut Mao Zonggang, Cao Cao menangisi Dian Wei bertujuan agar jenderal-jenderalnya yang lain juga akan sekuat tenaga berkorban bagi Cao Cao. Cao Cao menangisi Guo Jia, adalah menyindir, mempermalukan penasehat-penasehatnya yang lain tak sepintar Guo Jia. Jadi catatan ini menunjukkan kelicikan Cao Cao. Namun menurut prof. Yi, catatan Mao Zonggang ini hanya mengkritisi bagian dari Romance of the Three Kingdoms, bukan Cao Cao dalam sejarah. Dalam catatan sejarah, Cao Cao memang memberikan penghormatan terakhir bagi Dian Wei, namun tidak ada cerita ia mengatakan anak dan keponakannya mati ia tidak peduli. Dan kekalahan Cao Cao di Chibi juga bukan semata-mata karena kesalahan para penasehatnya, tetapi karena banyak faktor. Bahkan saat sebelum berperang, penasehat Cao Cao, Cheng Yu sudah memperkirakan Liu Bei akan bergabung dengan Sun Quan. Dan saat Cao Cao berhasil menduduki Jingzhou dan bersiap untuk meneruskan menyerbu ke timur, Jia Xu menasehatinya untuk membatalkan niatnya itu. Namun Cao Cao tidak mendengarnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa dalam perang Chibi, sebenarnya penasehat-penasehat Cao Cao sudah memberikan strategi yang terbaik. Sehingga tidak logis bila Cao Cao harus sengaja mempermalukan mereka. Maka pertanyaannya sekarang, kenapa Cao Cao harus mengucapkan kalimat tadi?
Bila kita meneliti kembali catatan Sanguo Zhi, Cao Cao mengucapkan kalimat ini dengan nada mengeluh. Ia mengeluh dirinya tidak bernasib baik. Ia telah mendapatkan penasehat seperti Guo Jia dengan susah payah, menyatukan Tiongkok utara juga dengan susah payah. Di saat hendak menyatukan seluruh Tiongkok, kenapa Guo Jia, harus pergi? Betapa malangnya nasibnya. Maka kesimpulannya, Guo Jia adalah seorang yang memiliki kelebihan tersendiri hingga Cao Cao harus mengeluh seperti itu. Guo Jia adalah seorang ahli strategi yang jenius. Contohnya adalah saat perang terakhir Guo Jia, yakni ketika Cao Cao hendak merebut Wuwan. Kota Wuwan adalah kota yang dihuni oleh etnis minoritas. Pada saat itu mereka berpihak pada Yuan Shao. Setelah perang Guandu, Yuan Shao meninggal, kekuasaannya dilimpahkan ke tiga orang putranya, Yuan Tan, Yuan Xi dan Yuan Shang. Setelah Yuan Tan mati, Yuan Xi dan Yuan Shang melarikan diri ke Wuwan ini. Wuwan berjarak sangat jauh dari perkemahan tentara Cao Cao. Sehingga saat itu banyak yang menentang Cao Cao menyerang Wuwan. Alasannya adalah pertama karena Yuan Xi dan Yuan Shang dipandang nantinya akan saling berperang satu sama lain, jadi tidak perlu diserang. Kedua, bila melakukan ekspedisi yang sangat jauh ini, Liu Biao di selatan mungkin akan menyerang Xuchang.
Namun Guo Jia memilih berperang. Guo Jia punya tiga alasan, pertama Wuwan memang jauh, namun justru karena jauh itulah, mereka tidak akan menduga kita akan menyerang. Musuh tidak akan mempersiapkan diri. Kedua, Wuwan berhutang budi kepada Yuan Shao, sehingga saat ini Yuan Xi dan Yuan Shang bergabung di sana, di kemudian hari mereka akan menjadi ancaman yang besar. Ketiga, menurut Guo Jia, Liu Biao tidak akan menyerang Cao Cao. Ia tahu Liu Biao adalah seorang yang cuma omong besar. Lagipula, dengan adanya Liu Bei di pihak Liu Biao, justru membuat Liu Biao tidak berani memberi kepercayaan besar kepada Liu Bei, karena Liu Biao tahu Liu Bei memiliki kemampuan lebih besar dari dirinya.
Dan memang benar, saat Cao Cao mengerahkan pasukan menyerang Wuwan, Liu Bei memberi usul kepada Liu Biao untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang Xuchang. Namun Liu Biao tidak langsung bertindak. Ia masih berpikir-pikir, menimbang-nimbang, sampai saat Cao Cao berhasil dalam ekspedisinya ke Wuwan dan kembali ke Xuchang, Liu Biao baru menyadari bahwa ia telah kehilangan sebuah kesempatan. Dan akibatnya, setelah menduduki Wuwan, Cao Cao kemudian malah menyerang Liu Biao, dan tak lama setelah itu Liu Biao meninggal. Sungguh kesempatan baik tidak datang dua kali.
Maka dari sini kita bisa melihat kehebatan Guo Jia. Ia adalah seorang yang mampu melihat ke dalam diri manusia. Ia mampu menyelami pikiran Yuan Shao, tahu bahwa Yuan Shao bukan pemimpin yang hebat, sehingga ia berpindah mendukung Cao Cao. Ia juga mengetahui isi hati Lü Bu, saat Cao Cao hampir menang lawan Lü Bu tapi putus asa hendak menarik pasukan, Guo Jia lah yang menyarankan ia untuk terus menyerang sampai akhirnya menang. Ia juga mengetahui isi hati Sun Ce (kisah ini akan dibahas di pembahasan akan datang). Dan seperti di atas, ia juga mengerti isi hati Liu Biao.
Saat Guo Jia meninggal, dan Cao Cao hendak memberikan penghargaan kepada Guo Jia melalui istana, Cao Cao sempat berkata, setiap kali dihadapkan pada suatu persoalan besar, aku tidak berani mengambil keputusan, saat itulah Guo Jia dengan tegas memberikan masukan, maka dalam hal menyatukan negara, jasa Guo Jia paling besar. Sehingga kita tahu dalam setiap ekspedisi militer besar yang dilakukan Cao Cao, di baliknya ada Guo Jia yang memberikan arahan dan rencana, bahkan mengambil keputusan.
Guo Jia mampu melakukan hal ini, karena ia sendiri juga mengerti benar Cao Cao. Ia tahu Cao Cao adalah seseorang yang bisa menerima usulan dan kritikan. Bila ia berada di pihak Yuan Shao, yang adalah orang yang merasa benar sendiri, ragu-ragu, iri hati, tentu kepintaran Guo Jia tidak akan ada gunanya.
Mengenai Liu Bei, pihak Cao Cao memiliki dua macam pandangan. Yang pertama, bunuh Liu Bei. Kedua, tidak boleh membunuh Liu Bei. Bagaimana pandangan Guo Jia? Saat Liu Bei sedang di pihak Cao Cao, ada usulan untuk melenyapkan Liu Bei, karena Liu Bei dipandang sebagai orang yang berbahaya nantinya. Cao Cao meminta tanggapan Guo Jia tentang hal ini. Guo Jia berkata, “Selama ini tuanku bermodalkan kejujuran hingga mencapai keberhasilan seperti sekarang ini, saat ini kalau kita membunuh Liu Bei, citra kita akan menjadi buruk dan merugikan kita sendiri nantinya.” Namun dalam kesempatan lain, saat Cao Cao melepaskan Liu Bei pergi, Guo Jia menemui Cao Cao dan berkata bahwa orang seperti Liu Bei tidak boleh dilepaskan. Di kemudian hari, ia akan menjadi musuh yang berbahaya. Kelihatannya, dua sikap Guo Jia ini bertolakbelakang. Namun menurut prof. Yi, sebenarnya tidak, justru dua sikap Guo Jia ini sama. Karena di dalam dua kesempatan tadi, Guo Jia sama sekali tidak pernah berkata untuk membunuh Liu Bei. Maka sebenarnya ide Guo Jia untuk menangani Liu Bei adalah dengan menawannya dalam tahanan rumah. Sayangnya, Cao Cao entah kenapa tidak mengerti maksud Guo Jia ini, sehingga akhirnya Liu Bei berhasil kabur.
Cao Cao dan Guo Jia hanyalah orang biasa, mereka sama sekali tidak menyangka, enam tahun kemudian, keluarlah seorang dari Longzhong, yakni Zhuge Liang. Guo Jia dan Zhuge Liang adalah dua orang jenius di masa Tiga Negara. Mereka memiliki banyak kesamaan. Pertama, mereka sama-sama jenius berusia muda. Kedua, mereka sama-sama mampu memilih atasan masing-masing. Saat seluruh dunia menganggap Yuan Shao sebagai pemimpin yang hebat, justru Guo Jia memandangnya sebagai sampah. Saat seluruh dunia menganggap Liu Bei sampah, Zhuge Liang mampu melihat Liu Bei adalah pemimpin yang hebat. Maka kita melihat betapa hebatnya analisis Guo Jia dan Zhuge Liang. Ketiga, mereka sama-sama berjasa besar bagi pihak masing-masing. Keempat, mereka adalah orang yang setia. Zhuge Liang kita tahu ia setia bahkan setelah Liu Bei meninggal sekali pun. Guo Jia, sebagai seorang yang kesehatannya tidak bagus, ia tahu ia tidak mampu hidup di Tiongkok selatan, daerah selatan akan membawa kematian baginya. Namun Guo Jia lah justru yang terus mendukung Cao Cao untuk menyerang Jingzhou di selatan. Di sini kita tahu betapa Guo Jia setia sampai mati. Kelima, mereka sama-sama dititipi oleh atasan. Zhuge Liang dititipi putra Liu Bei, Liu Shan. Cao Cao juga sebenarnya hendak menitipkan putranya kepada Guo Jia, sayangnya Guo Jia terlebih dulu meninggal. Dan sekali lagi sayang, karena Guo Jia mati muda, kita tidak dapat melihat kedua jenius ini beradu kepintaran. Dan karena Guo Jia mati muda, ketenarannya tidak sebesar Zhuge Liang. Zhuge Liang total bekerja di pihak Liu Bei selama 28 tahun, di antaranya 11 tahun ia memegang kekuasaan penuh. Namun Guo Jia hanya mengabdi pada Cao Cao selama 11 tahun, itu pun ia masih memiliki pangkat yang tidak terlalu tinggi. Dengan demikian, layaklah kita bersimpati pada Guo Jia.
Kini dengan tidak adanya Guo Jia, dan adanya Zhuge Liang di pihak Liu Bei, membuat keadaan berubah. Yang aneh, Zhuge Liang selama ini menyepi di Longzhong, seakan-akan terus menunggu Liu Bei suatu hari datang mengundangnya. Maka ini menjadi menarik untuk kita selidiki, sebenarnya ada hal apa dalam diri Liu Bei yang membuat seorang jenius seperti Zhuge Liang sangat menaruh perhatian padanya? Ini akan dibahas pada episode selanjutnya.
Bro bagian ke15 belum akan keluar ya. Saya sudah lama menunggu
Maaf ya Bro, akhir-akhir ini saya sibuk, belum sempat update blog. Semoga minggu depan bisa saya lanjutkan. Senang sekali Anda mengikuti posting saya. Terima kasih.