Asal Mula “Tiongkok”: Kata “Tiong” (中) Dulu Berarti Sebuah Panji-Panji
Kata “Tiongkok” dewasa ini sudah sangat jelas artinya. Namun di dalam sejarah, kata ini mengalami pergeseran makna. Bukti yang dapat kita telusuri yang paling awal adalah benda peninggalan sejarah yang ditemukan di daerah Shanxi, yakni tulisan di atas “hezun” (sebuah alat untuk minum arak dari perunggu), yang berbunyi “Tiongkok” (中国). Artinya kira-kira adalah: Raja Wu dari Zhou saat menyerang ibukota dinasti Shang, melakukan ritual menyembah langit dan berkata, saya saat ini mulai memiliki Tiongkok. Tulisan lainnya yang memuat tentang raja Wu dari Zhou juga mencatat hal ini. Sehingga munculnya kata “Tiongkok” hingga saat ini paling sedikit sudah 3000 tahun lamanya. Beberapa karya termasyhur seperti Shujing dan Kitab Syair mengandung kata “Tiongkok”.
Kata “Tiongkok” ini apa sama dengan Tiongkok saat ini? Sebenarnya sangat berbeda. “Kok” (guo/negara) pada awalnya berarti sebuah kota. Yang tinggal di dalamnya disebut sebagai “guoren“, yang tinggal di luarnya disebut sebagai “jiaoren“. Karena itulah, di dalam sejarah pernah ada banyak sekali “negara”, yang umumnya disebut puluhan ribu negara. Tentu jumlahnya tidak sampai sepuluh ribu, mungkin ribuan. Tetapi yang jelas cukup banyak. Pada masa Chunqiu dan Zhanguo, “negara” yang tercatat ada ribuan. Namun sampai pada masa Zhanguo akhir, “negara” ini tinggal beberapa saja, tidak sampai 20 buah. Maka konsep “negara” pada mulanya berskala kecil.
“Tiong” (zhong/tengah/中) arti awalnya adalah sebuah panji-panji. Huruf “tiong” yang paling awal, di sisi kanannya memiliki beberapa garis horizontal, yang menyatakan panji-panji sedang berkibar. Namun panji ini tidak diletakkan dengan asal-asalan. Orang dinasti Shang pada umumnya meletakkannya di tengah-tengah perkemahan tentara. Begitu panji ini ditancapkan, maka semua orang harus berkumpul di sekitarnya. Maka huruf ini pun berkembang menjadi bermakna “tengah”. Kedua huruf ini digabungkan, “Tiongkok” (Zhongguo), berarti “negara” yang berada di tengah puluhan ribu “negara”, atau “negara pusat”, “negara yang paling penting”. Dengan demikian, Tiongkok waktu itu berarti dataran tengah, sebuah dataran besar yang berada di tengah. Ini adalah arti mula-mula “Tiongkok”. Meskipun demikian, tentu tidak sama dengan negara Tiongkok saat ini. Bahkan sampai pada dinasti Qing, kadang “Tiongkok” masih belum berarti seluruh negara.
Pertama, dari segi politik, “Tiongkok” sering kali disamakan dengan dataran tengah atau pemerintah pusat. Misalnya, pada dinasti Tang dan Song, daerah yang diatur oleh pemerintah pusat bisa disebut sebagai Tiongkok. Namun bagaimana dengan daerah yang tidak di bawah pemerintah pusat Tang dan Song? Misalnya negara Dali. Karena populernya novel karya Jin Yong, sekarang banyak orang tahu bahwa negara Dali asalnya adalah Nanzhao pada dinasti Tang, yaitu daerah Yunnan dan Burma sekarang ini. Sejak pertengahan dinasti Tang, pemerintahan dataran tengah tidak membawahi daerah itu. Hingga akhir dinasti Song selatan, orang Mongol baru bisa menguasainya. Sehingga jika kita membicarakan sejarah dinasti Tang akhir, lima dinasti dan dinasti Song, biasanya tidak termasuk daerah Yunnan sekarang ini. Pada saat itu, daerah tersebut tidak dianggap sebagai Tiongkok. Konsep ini tentu berbeda dengan Tiongkok zaman sekarang.
Kedua, dari segi etnis. Istilah Tiongkok seringkali dipadankan dengan etnis Han. Etnis minoritas umumnya tidak dianggap sebagai Tiongkok. Misalnya daerah Yunnan, Guizhou dulu bukan dianggap sebagai Tiongkok. Pemahaman ini tentu tidak tepat di zaman sekarang ini. Namun dalam persepsi orang di zaman kuno, wilayah-wilayah ini bukanlah tempat tinggal etnis Han, sehingga tidak dianggap sebagai Tiongkok. Misalnya lagi daerah Mongolia, asalkan bukan etnis Han, mereka semua tidak dianggap sebagai Tiongkok. Ini juga merupakan pandangan yang muncul dalam sejarah.
Ketiga, dari segi budaya. Biasanya hanya budaya etnis Han saja yang dianggap sebagai budaya Tiongkok. Bahkan hingga kini, orang berbicara tentang budaya Tiongkok, sering kali terjerumus ke dalam pemahaman semacam ini. Misalnya kita sering membincangkan budaya Tiongkok, namun jarang memiliki pengertian bahwa budaya Tiongkok seharusnya juga meliputi budaya dari 56 etnis di Tiongkok. Begitu berbicara mengenai budaya Tiongkok, langsung yang terbersit dalam pikiran hanyalah etnis Han, hanyalah etnis minoritas yang mendapatkan pengaruh besar dari etnis Han. Konsep ini sebenarnya adalah sebuah kealpaan yang timbul dalam sejarah, namun tetap berpengaruh hingga kini, sehingga perlu diwaspadai.
Keempat, dari segi geografis. Tiongkok biasanya hanya dianggap sebagai wilayah dataran tengah. Namun konsep ini perlahan berkembang, karena seiring meluasnya kekuasaan dataran tengah, wilayah-wilayah yang bergabung dengannya pun termasuk sebagai bagian Tiongkok. Mereka bangga menjadi bagian Tiongkok. Misalnya saat zaman Musim Semi dan Musim Gugur (Chunqiu), raja Chu menyebut diri sendiri Manyi (barbar), dan selalu berperang dengan dataran tengah. Namun sampai pada zaman Negara Berperang (Zhanguo), negara Chu telah menjadi kuat, dan menerima gelar dari raja Zhou, dan setara dengan negara bagian yang lainnya, sehingga bukankah ia juga adalah Tiongkok? Sehingga rakyat Chu tidak lagi menyebut mereka manyi, namun menganggap diri sebagai bagian dari Tiongkok. Daerah Ba dan Shu di wilayah Sichuan, setelah dikuasai oleh negara Qin, banyak orang pindah ke sana. Sampai di dinasti Han, daerah Bashu pun menjadi bagian dari Tiongkok. Sehingga dalam periode yang berbeda, istilah Tiongkok dalam catatan sejarah memiliki makna yang berbeda. Ini harus dimengerti dengan baik.
(Diterjemahkan dari Overseas Chinese Language and Culture Education Online)
Photo credit: babasteve via Visualhunt / CC BY-NC