Huangdi dan Yandi adalah nenek moyang bangsa Tionghoa, orang Tionghoa baik di Tiongkok maupun di luar negeri semua menyebut dirinya “keturunan Yan Huang”. Menurut legenda dan catatan sejarah, Huangdi adalah raja pertama di Tiongkok, bermarga Ji, bernama Xuanyuan Shi atau Youxiong Shi. Yandi juga adalah seorang raja, bermarga Jiang, bernama Lieshan Shi atau Shennong Shi.
Huangdi dan Yandi hidup 4000 tahun yang lalu, mereka adalah pemimpin suku. Waktu itu, suku Huangdi dan suku Yandi berada di tepi sungai Kuning(Huang he) di propinsi Shanxi sekarang. Kemudian, menyisir tepian sungai Kuning berpindah ke arah timur. Demi memperebutkan tanah, suku Yandi berperang dengan suku Jiuli yang sama-sama tinggal di timur Tiongkok. Kepala suku Jiuli, Chiyou, mengalahkan suku Yandi. Suku Yandi meminta bantuan kepada Huangdi, mereka bergabung mengalahkan Chiyou. Setelah suku Jiuli kalah, sebagian melarikan diri ke selatan, sebagian lagi bergabung dengan suku Yan dan Huang. Sesudah itu, terjadilah konflik antara suku Yandi dan suku Huangdi, suku Yandi setelah kalah, ikut bergabung dengan suku Huangdi. Maka kekuatan suku Huangdi menjadi besar.
Kemudian, suku Huangdi, suku Yandi dan sebagian suku Jiuli tinggal di daerah sungai Kuning, berkembang pesat, menjadi cikal bakal orang Tionghoa sekarang. Mereka bersama-sama membangun daerah sungai Kuning, menjadikan daerah itu sebagai buaian kebudayaan Tiongkok kuno(cradle of ancient Chinese culture). Sejak itu, penduduk yang berasal dari suku yang berbeda ini menyebut diri sebagai keturunan Huangdi dan Yandi(Yan Huang zisun).
Huangdi lahir sebagai anak yang pandai, setelah menjadi kepala suku, ia mengajar penduduknya mendirikan bangunan, memelihara ternak, bercocok tanam. Dia menciptakan kereta, kapal, alat musik dan tulisan. Istri Huangdi, Leizu, menciptakan budidaya kepompong, pengambilan benang sutra, serta pemintalan kain. Yandi menciptakan alat pertanian, memimpin penduduk melaksanakan cocok tanam, dia juga mencoba makan berbagai macam rumput, guna menemukan bahan obat. Huangdi dan Yandi yang pandai dan mampu, giat bekerja bagi rakyat, sangat dicintai oleh rakyatnya. Mereka terus dijadikan wakil yang ekselen bagi rakyat Tionghoa, menjadi nenek moyang orang Tionghoa.
Sekarang, di gunung Qiaoshan dengan pinusnya yang menghijau di Huangling, Shanxi, kuil dan mausoleum Huangdi masih dipelihara. Mausoleum Yandi di Yanling, Hunan, juga tetap dijaga. Keturunan mereka terus-menerus mengenang kedua leluhur mereka ini.
(Diterjemahkan dari Overseas Chinese Language and Culture Education Online)
{ 2 comments… read them below or add one }
pak budi, kirain nenek moyang adalah Homo erectus pekinensis…
Saya baca-baca di Wikipedia kok kayaknya Homo erectus pekinensis masih diragukan apakah memang nenek moyang bangsa Tiongkok. Para ilmuwan lebih cenderung setuju dengan hipotesa single-origin, bahwa manusia semuanya dari satu sumber di Afrika. Saya kira kalau di dalam agama ini sudah jelas karena memang manusia bersumber dari Adam dan Hawa.