Sejak abad ke-6 hingga ke-10, Tiongkok dipersatukan di bawah dinasti…
Pembahasan Tiga Negara oleh Yi Zhongtian (18 - 江东基业/Kekuasaan Jiangdong)
Pada akhir episode sebelumnya, kita sampai pada pembahasan mengenai bagaimana Gan Ning mengeluarkan usul (usul baru tapi lama) untuk menyerang Huang Zu lalu merebut Jingzhou. Kemudian sekaligus merebut Yizhou, sehingga tanah Shu pun juga menjadi milik Sun Quan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memusnahkan Huang Zu. Tetapi penasehat utama Sun Quan, Zhang Zhao, menolak ide ini. Mereka saling berdebat. Apa yang dilakukan Sun Quan? Sun Quan mengambil segelas arak, lalu menyerahkannya kepada Gan Ning, sambil berkata, “Urusan menyerang Huang Zu, saya serahkan padamu, seperti saya menyerahkan arak ini.” Mengapa Sun Quan melakukan hal ini? Mengapa ia mendukung Gan Ning? Untuk mengerti hal ini, kita harus membahas sejarah kubu Sun Quan.
Kubu Sun Quan kita sebut sebagai kubu Jiangdong. Apa itu Jiangdong? Jiang adalah sungai. Di sini mengacu kepada Changjiang (sungai Yangtze). Changjiang mengalir dari barat ke timur. Namun di muaranya, di daerah sekitar Wuhu dan Nanjing, aliran Changjiang agak berbelok ke utara. Maka di zaman kuno, wilayah di sebelah timur ruas Changjiang ini disebut sebagai Jiangdong (dong = timur). Wilayah sebelah barat disebut Jiangxi (xi = barat). Dan di ruas sungai sebelah baratnya, daerah di selatan ruas ini disebut Jiangnan (nan = selatan). Sehingga pada masa tiga negara, yang disebut Jiangnan bukanlah Suzhou seperti sekarang ini, melainkan daerah Hunan.
Kubu Jiangdong ini adalah kubu yang independen. Ia diawali oleh Sun Jian, lalu dikukuhkan oleh putranya, Sun Ce, dan kemudian dikembangkan oleh adik Sun Ce, Sun Quan. Sun Jian sejak kecil sangat berani. Suatu kali ia bersama ayahnya pergi naik perahu. Sampai di tujuan, saat hendak berlabuh, mereka menyadari ada banyak perahu yang tidak berani berlabuh, karena ternyata di pelabuhan itu ada kelompok perompak yang sedang membagi jarahan. Waktu itu Sun Jian baru berusia 17 tahun. Ia melihat kawanan perompak itu, dan berkata, “Mereka bukan apa-apa, bisa kita basmi dengan mudah.” Lalu ia mengambil golok dan mendarat di pelabuhan. Setelah mendarat, ia berpura-pura memberi aba-aba, memberi perintah ke sana sini dengan goloknya. Para perompak itu melihat, mengira yang datang adalah kapal tentara, dan mengira anak muda ini adalah pemandu arah. Mereka ketakutan, segera membuang jarahan dan lari tunggang-langgang. Sun Jian mengejar mereka, menangkap satu orang dan dengan sekali tebas, ia membunuh perompak itu. Peristiwa ini menggemparkan daerah itu. Atas jasanya, Sun Jian kemudian diangkat menjadi kepala polisi kota, dan setelah itu ia naik pangkat menjadi wakil bupati.
Namun yang benar-benar membuat seluruh negeri mengenal Sun Jian, adalah peristiwa setelah kekacauan oleh Dong Zhuo. Saat itu para gubernur bersatu melawan Dong Zhuo. Sun Jian waktu itu juga ikut serta, di bawah bendera Yuan Shu. Kita tahu bahwa pasukan gabungan ini hanya besar namanya saja, tapi tidak ada yang berani melawan Dong Zhuo. Hanya Cao Cao dan Sun Jian yang berani maju melawan pasukan Dong Zhuo. Cao Cao berani menyerang, tetapi kalah telak oleh Dong Zhuo. Sun Jian saat itu juga maju menyerang, dan ia dengan berani telah membunuh banyak pasukan musuh, ia maju terus hingga Luoyang. Ia membunuh jenderal besar Dong Zhuo, Hua Xiong. Jadi kisah Guan Yu membunuh Hua Xiong dalam San Guo Yanyi (Romance of the Three Kingdoms) adalah fiktif. Yang membunuh Hua Xiong sebenarnya adalah Sun Jian. Sampai di sini, Yuan Shu melihat Sun Jian, sang bawahannya ini begitu kuat, merasa kuatir nantinya Sun Jian akan merebut kekuasaannya. Akhirnya ia memutus pasokan perbekalan pasukan Sun Jian. Mengetahui berita ini, Sun Jian sepanjang malam berkuda 100 li, pergi menemui Yuan Shu. Ia berkata kepada Yuan Shu, “Mohon tuanku pikir baik-baik. Saya dan Dong Zhuo sama sekali tidak ada perselisihan sebelumnya, mengapa saya mau mengambil resiko demikian besar untuk menyerang Dong Zhuo? Pertama, sebagai bakti kepada negara. Kedua, sebagai bakti kepada Anda. Karena keluarga tuanku semuanya sudah dibunuh oleh Dong Zhuo. Saya rela membalaskan dendam Anda. Mengapa Anda masih tidak percaya kepada saya?” Mendengar ini, Yuan Shu pun merasa malu. Akhirnya ia menyerahkan pasokan makanan kepada Sun Jian. Hal kedua yang terjadi adalah, Dong Zhuo juga takut terhadap Sun Jian. Ia mengutus orang menemui Sun Jian, menawarkan berdamai, dengan cara menjadi besan. Apa jawab Sun Jian? Ia menghardik utusan itu dan berkata, “Dong Zhuo adalah penjahat negara, membuat rakyat menderita, semena-mena di istana. Justru aku hendak memenggal kepalanya dan memamerkannya ke seluruh negeri. Besan? Besan apa?” Dong Zhuo ketakutan. Maka Dong Zhuo kemudian menculik kaisar, membawa rakyat, memindahkan ibukota dari Luoyang ke Xi’an.
Inilah Sun Jian. Ia benar-benar adalah pahlawan.
Setelah Sun Jian meninggal, ia diteruskan oleh putranya, Sun Ce. Sun Ce juga adalah seorang pahlawan muda. Waktu itu, di negeri Wu, rakyat menyebut Sun Ce dan teman sebayanya, Zhou Yu sebagai Sun Lang dan Zhou Lang (Sun Tampan dan Zhou Tampan). Sun Ce juga dianggap mirip dengan Xiang Yu, sehingga ia dijuluki Xiao Ba Wang, atau Xiang Yu kecil. Namun menurut prof. Yi, Sun Ce lebih menarik dari Xiang Yu. Orang-orang menyukai Xiang Yu sebenarnya hanya karena mereka tidak menyukai Liu Bang. Tetapi Sun Ce tidak demikian. Ia lebih menarik dari Xiang Yu. Sun Ce berparas tampan. Karakternya juga baik. Ia dikenal humoris dan murah hati. Orang-orang yang bertemu dengan Sun Ce, semua menyukainya, dan rela mati untuknya. Dari sini terlihat bahwa Sun Ce memiliki kharisma tinggi. Sun Ce juga pintar memakai orang. Di jajaran Sun Ce ada banyak orang hebat. Tentu sebagian berasal dari bawahan ayahnya, misalnya Cheng Pu, Huang Gai. Namun Sun Ce sendiri juga merekrut orang-orang yang berbakat, misalnya Zhou Yu, Zhang Zhao.
Zhang Zhao adalah seorang yang sangat terpelajar dan berkemampuan. Setelah menjadi bawahan Sun Ce, ia diangkat sebagai sekretaris jenderal. Semua urusan, baik itu militer dan politik, diserahkan kepada Zhang Zhao. Sampai-sampai orang-orang penting di utara hanya mengetahui di Jiangdong ada orang bernama Zhang Zhao, tetapi mereka tidak tahu ada Sun Ce. Mereka berkirim surat, selalu menulis kepada Zhang Zhao, memuji Zhang Zhao. Zhang Zhao menerima surat semacam ini, menjadi kuatir. Apabila menunjukkan surat itu kepada Sun Ce, sepertinya sama dengan memamerkan diri sendiri. Tetapi jika surat itu tidak ditunjukkan, seolah-olah ia memiliki ambisi pribadi yang orang lain tidak boleh tahu. Jadi Zhang Zhao tak tahu harus bagaimana. Setelah Sun Ce mengetahui hal ini, ia tertawa terbahak-bahak, ia berkata, dulu di masa Qi Huan Gong (Duke Huan of Qi), Qi Huan Gong juga menyerahkan semua urusan pemerintahan kepada Guan Zhong. Bahkan menyebut Guan Zhong sebagai paman. Hingga orang mengkritiknya, sebenarnya yang jadi raja itu siapa, mengapa enak sekali semua hal dikerjakan oleh Guan Zhong? Qi Huan Gong menjawab, menjadi raja ada sulit dan ada mudahnya. Sulit saat ia harus mencari orang yang tepat sebagai anak buah. Ia akan santai apabila sudah menemukan orang yang tepat, seperti saat itu, ketika ia sudah menemukan Guan Zhong. Setelah menceritakan hal ini, Sun Ce berkata, “Dengan menyerahkan semua urusan kepada Guan Zhong, Qi Huan Gong akhirnya sukses. Saya juga sama, Zhang Zhao adalah ‘paman’ saya, ‘Guan Zhong’ saya.” Kemudian ia tertawa. Begitulah Sun Ce. Ia seorang yang sangat lapang dada dan pintar. Pada waktu itu, hal yang paling ditakuti seorang menteri adalah memiliki jasa melebihi majikannya, atau dianggap seperti itu. Banyak kasus terjadi, menteri dibunuh karena alasan ini. Sun Ce mengerti benar, untuk meraih kesuksesan, ia membutuhkan banyak orang hebat. Agar mereka bisa bekerja dengan sepenuh hati, maka ia harus menghilangkan semua beban pikiran mereka. Cerita ini hendak memberitahu semua orang bahwa di kubunya, tidak perlu takut berjasa melebihi majikan. Dengan demikian, Sun Ce menjadi seorang yang berkharisma tinggi dan menarik banyak orang.
Misalnya Taishi Ci. Taishi Ci pada mulanya adalah anak buah Liu Yao. Saat Liu Yao berperang dengan Sun Ce. Suatu kali, mereka kebetulan bertemu. Sun Ce membawa 30 orang prajurit, sedangkan Taishi Ci cuma seorang diri. Mereka berdua lalu bertarung satu lawan satu. Saat pertarungan tengah berjalan sengit, Sun Ce berhasil merebut tombak di punggung Taishi Ci, dan pada saat yang sama Taishi Ci berhasil merebut helm Sun Ce. Pada akhirnya pasukan kedua orang ini datang dan mereka pun berpisah. Dan setelah melalui peperangan selanjutnya, Taishi Ci menjadi tawanan Sun Ce. Saat dihadapkan kepada Sun Ce, Sun Ce menghampiri Taishi Ci dan melepaskan ikatan Taishi Ci, dan menyambut Taishi Ci sebagai anak buahnya. Taishi Ci adalah seorang pahlawan. Bahkan Cao Cao pun berminat merekrut Taishi Ci. Tetapi Taishi Ci tetap setia pada Sun Ce, terus hingga menjadi bawahan Sun Quan.
Selain percaya diri, Sun Ce juga piawai berpolitik. Contoh kasus pertama, saat Yuan Shu mengangkat diri sebagai kaisar, Sun Ce pun langsung meninggalkan Yuan Shu, memutuskan hubungan dengannya. Sun Ce menentang Yuan Shu menjadi kaisar, sebenarnya juga belum tentu berarti ia mendukung kedaulatan dinasti Han. Tapi paling tidak kita bisa melihat bahwa Sun Ce tidak dengan bodohnya asal ikut Yuan Shu. Ini membuktikan ia memiliki kejelian politik. Kedua, saat Cao Cao mengendalikan kaisar, Sun Ce juga memiliki rencana yang sama dengan Cao Cao.
Namun Sun Ce juga memiliki kelemahan. Pertama, ia suka membunuh orang. Kedua, ia memiliki gengsi yang tinggi. Suatu ketika, Sun Ce mengundang seorang yang pintar, bernama Gao Dai untuk berdiskusi tentang sastra. Entah kenapa, ada seorang yang licik menghasut Sun Ce, mengatakan bahwa Gao Dai adalah seorang yang sombong, dan mengejek Sun Ce sebagai seorang yang tak berpendidikan. Lihat saja, nanti bila engkau bertanya kepada Gao Dai, pasti Gao Dai akan menjawab tidak tahu. Lalu orang ini juga menghasut Gao Dai, mengatakan bahwa Sun Ce adalah seorang yang memiliki gengsi sangat tinggi, tidak suka ada orang yang lebih pintar dari dia, jadi bila ia bertanya sesuatu, engkau harus menjawab tidak tahu. Dan sungguh terjadi demikian. Sun Ce marah besar dan memasukkan Gao Dai ke tahanan. Orang-orang yang mengenal Gao Dai semuanya berusaha agar Gao Dai tidak ditawan. Namun setelah melihat hal ini, Sun Ce langsung menyuruh agar Gao Dai dibunuh saja.
Pada akhirnya Sun Ce meninggal, juga akibat kelemahannya ini. Ia dibunuh secara tiba-tiba oleh orang-orang yang hendak membalas dendam akibat teman mereka dibunuh oleh Sun Ce.
Sun Ce juga adalah seorang yang berbakti. Ia adalah seorang kakak, anak dan suami yang baik. Suatu ketika Sun Ce karena gengsi, hendak membunuh seseorang bernama Wei Teng. Ibu Sun Ce mengetahui hal ini, segera pergi ke pinggir sumur sambil berkata, “Daripada menyaksikan kau hendak membunuh Wei Teng, lebih baik ibu yang terjun ke dalam sumur ini!” Sun Ce langsung menghentikan perbuatannya itu dan menuruti ibunya. Dari sini kita tahu bahwa Sun Ce adalah seorang anak yang berbakti. Sun Ce dan Zhou Yu waktu mereka berusia 24 tahun, mereka memperistri dua wanita cantik saat itu, Da Qiao dan Xiao Qiao. Dan ia pernah berkata kepada Zhou Yu, bahwa istri mereka itu sangat berbahagia. Maka kita melihat bahwa Sun Ce juga adalah seorang suami yang baik. Saat ayahnya, Sun Jian, meninggal, Sun Ce berusia 18 tahun, adiknya Sun Quan 11 tahun. Sun Ce menitipkan ibunya, serta kedua adiknya yang paling kecil kepada kawannya, lalu membawa Sun Quan ikut bersamanya melanjutkan apa yang sudah dirintis ayahnya. Sun Quan selalu ikut bersama Sun Ce, sehingga ia belajar ilmu politik dengan sangat cepat. Sun Ce juga meninggalkan fondasi kekuasaan yang mantap kepada Sun Quan. Ini menunjukkan Sun Ce adalah seorang kakak yang baik.
Menurut prof. Yi, Sun Ce adalah seorang pemimpin yang baik. Pertama, karena fondasi kubu Jiangdong didirikan dengan kuat oleh Sun Ce. Dalam kurun waktu 7-8 tahun saja, ia telah mampu menguasai seluruh Jiangdong. Ini adalah sebuah prestasi luar biasa, yang bagi orang lain mungkin perlu seumur hidup (ingat Liu Bei?). Kedua, Sun Ce berhasil menemukan penerus yang baik. Ketika Sun Ce akan meninggal, Zhang Zhao dan lainnya mengira Sun Ce akan memilih adik keduanya, yakni Sun Yi sebagai ahli waris, karena Sun Yi mirip dengan Sun Ce. Menurut tradisi, seseorang akan cenderung memilih penerus yang mirip dengan dirinya. Tak disangka, Sun Ce memilih Sun Quan. Padahal Sun Quan sangat tidak mirip dengan Sun Ce. Tetapi kenyataan membuktikan, pilihan ini sangat tepat. Ada dua hal yang menunjukkan hal ini. Pertama, di antara ketiga negara, Wei, Shu dan Wu, Sun Quan lah yang berumur paling panjang. Ia berusia 71 tahun, Cao Cao 66 tahun, dan Liu Bei 58 tahun. Kedua, umur negara Wu juga yang paling panjang. Negara Wu berumur 51 tahun. Wei 46 tahun, dan Shu 42 tahun. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa di antara ketiga negara ini, negara Wu lah yang paling stabil.
Konon malam itu, Sun Ce mengumpulkan Zhang Zhao dan lain-lain dan berkata, “dataran tengah sekarang ini sedang kacau, kita di Wu dapat menyaksikan mereka dengan cukup tenang tanpa kekacauan, mohon untuk menjaga negara kita ini, dan membantu adikku memimpinnya.” Lalu ia memanggil Sun Quan, menyerahkan stempel negara kepadanya, dan berkata “dalam hal berperang, engkau masih kalah denganku, namun dalam hal menyatukan anak buah, memperkuat kekuasaan, engkau lebih baik dariku.” Arti kata-kata ini jelas, Sun Ce tidak saja memilih penerusnya, tetapi juga memberikan satu kebijakan dalam mengelola Jiangdong, yakni menjaga Jiangdong dan melihat pertarungan di negara-negara lain di luar sana. Ia tahu dengan jelas, bahwa berperang memperebutkan kekuasaan sudah selesai, sudah ia lakukan. Yang bisa dilakukan sekarang adalah memantapkan kekuasaan, menyejahterakan internal dalam negeri. Sehingga ia perlu penerus yang mampu dalam hal ini, bukan penerus yang pandai berperang kesana kemari.
Kenyataan sekali lagi membuktikan, keputusan Sun Ce ini sangatlah tepat. Strategi atau arah kebijakan kubu Jiangdong adalah bertahan. Tetapi ‘bertahan’ juga mengandung dua arti. Pertama, mempertahankan apa yang sudah dicapai. Kedua, bertahan dengan cara menyerang. Dan dalam hal inilah, dapur kubu Jiangdong terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, kelompok Zhang Zhao, memilih untuk mempertahankan apa yang sudah dicapai, tak perlu cari gara-gara. Maka prof. Yi menamakan kelompok ini sebagai kelompok merpati. Kelompok kedua, kelompok Zhou Yu dan Lu Su, memilih menyerang untuk bertahan. Prof. Yi menamakan kelompok ini kelompok elang. Sedangkan Sun Quan sendiri, dari permukaan kelihatannya netral, berusaha menyeimbangkan kelompok merpati dan elang, namun dalam lubuk hatinya, sebenarnya ia cenderung di sisi kelompok elang. Setelah mengerti hal ini, maka kita akan mengerti strategi yang diambil Sun Quan dalam menghadapi perang Chibi.
Kembali ke bagian awal episode ini, Sun Quan mengizinkan Gan Ning menyerang Huang Zu. Maka saat itu, negara Wu mulai mengarahkan ujung tombaknya ke Jingzhou. Pada saat yang sama, Cao Cao juga mengarahkan ujung tombaknya ke Jingzhou. Liu Bei dan Zhuge Liang, mereka di Jingzhou juga berencana hendak merebut Jingzhou. Jingzhou bak seekor domba yang berada di hadapan para serigala. Bagaimana nasib Jingzhou? Akan dibahas pada episode berikutnya.